Minggu, 04 Januari 2009

Wong-Wongan Sawah




Orang-orangan sawah, bukan sekedar budaya lokal, tetapi budaya universal. Jauh sebelum dunia mengenal pertanian yang sistematis seperti sekarang, para petani Mesir kuno di tepi sungai Nil, di ladang gandum mereka, membentangkan tali yang diikatkan pada sepokok kayu untuk mengusir burung-burung. Kemudian pokok kayu itu diberi busana kain untuk mengesankan gerakan manusia saat digerak-gerakkan dengan tali. Di zaman berikutnya, para petani Yunani memasang patung kayu bersenjatakan tongkat dan sabit. Di zaman berikutnya lagi, petani Romawi memasang patung-patung dewa penjaga mereka di ladang, dan manakala panen berhasil para petani Romawi itu memberi sesaji di kaki patung dewa-dewa tadi. Sedangkan petani Jerman, di era-era belakangan, di akhir musim dingin, memasang patung-patung penyihir dari kayu dengan kepercayaan patung-patung itu bisa menahan ruh-ruh musim dingin agar musim semi cepat datang. Di ladang patung penyihir itu bermanfaat sebagai memedi manuk dan petani Jerman menyebutnya Vogelscheuchen. Di Jepang petani memberi nama dewa orang-orangan sawah itu Sohodo-nà-kami. Di musim semi dewa-dewa turun dari gunung untuk melindungi sawah dan Sohodo-nà-kami akan mengusir kawanan burung pengganggu petani.

Hari ini jati diri petani telah mulai luntur dan ditinggalkan untuk itu perlu gerakan penyadaran bersama dan kepedulian berbagai pihak untuk membangun kembali nilai-nilai kejuangan petani bahkan sebagai warisan bagi generasi mendatang. Maka MUSEUM TANI JAWA INDONESIA bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintah dan perguruan tinggi mengadakan festival memedi manuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan dan kesan untuk Kampung wisata tani